Biografi pahlawan nasional pangeran diponegoro biography

Biografi Pangeran Diponegoro Singkat. Pangeran Diponegoro lahir di Kaputren, Keraton Yogyakarta saat fajar menjelang ketika sahur pada 8 Muharam H atau tanggal 11 November antara pukul 3. Menurut Peter Carey dalam tulisan "Percakapan dengan Diponegoro "hari kelahirannya dianggap sangat beruntung dalam penanggalan Jawa karena bertepatan dengan bulan Sura, yang merupakan bulan pertama tahun Jawa menandai awal dari pendirian kerajaan serta awal dari gelombang sejarah baru.

Kelahirannya pada Jumat Wage memiliki makna penting dalam catatan almanak atau primbon Jawa biografi pahlawan nasional pangeran diponegoro biography digunakan secara modern. Sedangkan nama ibunya adalah RA Mangkarawati, seorang garwa ampeyan selir. Kendati anak sultan, ia tidak ingin hidup dengan segala kemewahan yang biasa dirasakan keluarga kerajaan.

Berdasarkan catatanPangeran Diponegoro disebut sebagai pangeran Kesultanan Yogyakarta dan kelak akan menjadi raja. Namun, dengan cara halus Diponegoro menolak karena merasa tidak pantas selaku anak selir. FromDiponegoro definitively lost the initiative and he was put in a defensive position; first in Ungaranthen in the palace of the Resident in Semarang, before finally retreating to Batavia.

Many troops and leaders were defeated or deserted. The racial aspect of Diponegoro's Java War also made it notorious. Diponegoro's biografi pahlawan nasional pangeran diponegoro biographies targeted the Chinese minority in Java in addition to the Dutch, for example the Chinese residents of Ngawi and Bengawan Solo's riverbanks. Diponegoro's forces mutilated Chinese children, women, and men.

The Diponegoro troops despised the Dutch and the Chinese as foreign infidels who had come to pillage Java. The Chinese community's relationship with Javanese was never the same after the Java War. In Diponegoro's military was as good as beaten and negotiations were started. Diponegoro demanded to have a free state under a sultan and wanted to become the Muslim leader caliph for the whole of Java.

In March he was invited to negotiate under a flag of truce. He accepted and met at the town of Magelang but was taken prisoner on 28 March despite the flag of truce. De Kock claims that he had warned several Javanese nobles to tell Diponegoro he had to lessen his previous demands or that he would be forced to take other measures. Circumstances of Diponegoro's arrest were seen differently by himself and the Dutch.

The former saw the arrest as a betrayal due to the flag of truce, while the latter declared that he had surrendered. The imagery of the event, by Javanese Raden Saleh and Dutch Nicolaas Pienemandepicted Diponegoro differently — the former visualizing him as a defiant victim, the latter as a subjugated man. Inhe was taken to ManadoSulawesi by ship.

After several years in Manadohe was moved to Makassar in July where he was kept within Fort Rotterdam due to the Dutch believing that the prison was not strong enough to contain him. Despite his prisoner status, his wife Ratnaningsih and some of his followers accompanied him into exile, and he received high-profile visitors, including year-old Dutch Prince Henry in Diponegoro also composed manuscripts on Javanese history and wrote his autobiography, Babad Diponegoroduring his exile.

His physical health deteriorated due to old age, and he died on 8 Januaryat 69 years old. Before he died, Diponegoro had mandated that he wanted to be buried in Kampung Melayua neighborhood then inhabited by the Chinese and the Dutch. This was followed with the Dutch donating 1. Later, his wife and followers were also buried in the same complex.

Diponegoro's dynasty would survive to the present day, with their sultans holding secular powers as the governors of the Special Region of Yogyakarta. Ina large monument Sasana Wiratama was erected in Tegalrejo, in Yogyakarta city's perimeter, with sponsorship from the military where Diponegoro's palace was believed to have stood, although at that time there was little to show for such a building.

The Indonesian Navy has two ships named after him. The first of these was KRI Diponegoroa Skoryy -class destroyer commissioned in and retired in Diponegoro University in Semarang was also named after him, along with many major roads in Indonesian cities. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.

Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen. Perjuangan Ki Sodewo untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya Ronggo dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan.

Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan. Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda.

Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran. Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi.

Facebook Instagram Twitter. Semua Kisah Inspiratif. Daftar Isi Toggle. Kuatnya pertahanan di Plered dibuktikan dengan gagalnya serangan besar-besaran pasukan Hindia Belanda pada tanggal 9 Juni Setelah penyerangan tersebut, sang Pangeran mengganti posisi Kerta Pengalasan dengan Ali Basha Prawiradirja dan Prawirakusumah, keduanya masih berusia 16 tahun.

Ketika pasukan Hindia Belanda kembali dari Daksa menuju Yogyakarta, pasukan Diponegoro menyergap dan membinasakan seluruh pasukan dan menghilang dari Daksa. Pada Oktoberpasukan Diponegoro menyerang pasukan Hindia Belanda di Gawok dan mendapat kemenangan. Namun, sang Pangeran terluka dan terpaksa harus ditandu ke lereng Gunung Merapi.

Pada 17 Novembersang Pangeran bertolak ke Pengasih sebelah barat Yogyakarta untuk menyerang pasukan Hindia Belanda. Di lokasi ini, sang Pangeran mendirikan keraton di Sambirata sebagai pusat negara baru. Pasukan Belanda sempat menyerang Sambirata, tetapi Diponegoro berhasil meloloskan diri. Perang sempat berhenti akibat gencatan senjata pada 10 Oktobernamun perundingan tidak menemui kesepakatan apa pun.

Berkat dukungan dan simpatik rakyat, pasukan Pangeran Diponegoro dapat dengan mudah memindah-mindahkan markasnya dan mendapat pasokan logistik. Selain itu, pasukan Diponegoro dikenal sangat cepat dan lincah berkat semangat perang Sabilillah. Para senopati menggunakan strategi dengan menjadikan kondisi alam sebagai "senjata" dan tameng yang tak terkalahkan.

Hal ini dilakukan dengan melakukan serangan-serangan besar-besaran pada saat bulan-bulan penghujan. Hujan tropis yang deras tersebut sering kali membuat gerak dari pasukan Hindia Belanda terhambat, sehingga para gubernur Hindia Belanda akan melakukan berbagai usaha untuk melakukan gencatan senjata dan berunding. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda lantas memanfaatkan situasi dengan mengkonsolidasikan pasukannya dan menyebarkan mata-mata serta provokator di desa-desa dan kota kemudian menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang di bawah komando pangeran Diponegoro.

Namun, pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda. Bagi Hindia Belanda, Perang Diponegoro adalah perang terbuka dengan mengerahkan berbagai jenis pasukan mulai dari pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri, yang sejak Perang Napoleon selalu menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal. Front pertempuran terjadi di berbagai desa dan kota di seluruh Jawa dan berlangsung sanngat sengit.

Penguasaan suatu wilayah selalu silih berganti. Jika ada suatu wilayah dikuasai pasukan Hindia Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi, demikian pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang.

Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama, karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.

Pada puncak peperangan tahunBelanda mengerahkan lebih dari Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka open warfaremaupun metode perang gerilya guerilla warfare yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan pengadangan. Ini bukan sebuah perang suku, melainkan suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktikkan.

Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat saraf psy-war melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran, dan kegiatan telik sandi spionase dengan kedua pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya. Berbagai cara licik juga terus dilakukan Hindia Belanda untuk menangkap Diponegoro.

Bahkan sayembara pun dipergunakan dengan mengeluarkan maklumat pada 21 September bahwa siapapun yang dapat menangap Pangeran Diponegoro baik hidup atau mati, akan diberi hadiah sebesar Untuk membatasi ruang gerak dan strategi gerilya Pangeran Diponegoro, De Kock menggunakan strategi perbentengan Benteng Stelsel. Benteng-benteng dengan kawat berduri didirikan begitu pasukan Hindia Belanda berhasil merebut daerah kekuasaan pasukan Diponegoro.

Tujuannya agar pasukan Diponegoro tidak dapat kembali dan mempersempit ruang geraknya.

Biografi pahlawan nasional pangeran diponegoro biography

Jarak antar bentang berdekatan dan dihubungkan dengan pasukan gerak cepat. Perlawanan Pangeran Diponegoro semakin melemah sejak akhir tahunsetelah Kiai Madja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap pada 12 Oktobermenyusul kemudian Sentot Prawirodirdjo dan pasukannya pada 16 Oktoberkarena kesulitan biaya, dan tertangkapnya istri sang Pangeran yakni R.

A Ratnaningsih dan putranya pada 14 Oktober Pertemuan pada 20 Februari tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, meski berjalan lancar dan akrab. Akhirnya, Diponegoro ingin bertemu langsung dengan De Kock yang ketika itu berada di Batavia dan bermaksud menunggunya di Bagelen Barat. Namun, Clereens menyarankan agar Diponegoro menunggu De Kock di Menoreh dan sang Pangeran tiba pada 21 Februari dan dielu-elukan oleh pengikutnya.

Ketika itu, bulan Ramadhan berlangsung mulai 25 Februari hingga 27 Maret dan Pangeran Diponegoro menegaskan kepada De Kock bahwa selama pertemuan di bulan puasa tidak akan ada diskusi yang serius dan hanya ramah tamah biasa hingga bulan Ramadhan berakhir. De Kock menyetujuinya. Selama tinggal di Magelang, seluruh pasukan dan pengikut Pangeran Diponegoro ditandai dengan sorban dan jubah hitam yang diberikan oleh Clereens.

Sikap manis ditunjukkan De Kock kepada Pangeran Diponegoro dengan memberikan hadiah seekor kuda berwarna abu-abu dan uang f Dalam pikiran De Kock, kedatangan Diponegoro dan pengikutnya secara sukarela menunjukkan Pangeran Diponegoro telah kalah secara de facto. Sementara itu, selama bulan puasa, De Kock bertemu dengan sang Pangeran sebanyak tiga kali, yakni sebanyak dua kali saat jalan subuh di taman karesidenan dan satu kali ketika De Kock datang sendiri ke pesanggarahan sang Pangeran.

Namun, mata-mata yang ditanamkan Residen Valck di kesatuan Diponegoro, Tumenggung Mangunkusumo, melaporkan bahwa sang Pangeran tetap bersikeras mendapatkan pengakuan Hindia Belanda sebagai sultan Jawa bagian selatan ataupun sebagai Ratu paneteg panatagama wonten ing Tanah Jawa sedaya Raja dan pengatur agama di seluruh tanah Jawa atau kepala agama Islam.

V Michels, mempersiapkan perlengkapan militer untuk mengamankan penangkapan sang Pangeran. A de Stuers, dan penerjemah bahasa Jawa, Kapten J. J Roefs. Pangeran Diponegoro didampingi ketiga putranya, penasihat agama, dua punakawan, dan panglima Basah Mertanegara. De Kock memulai pertemuan dengan meminta agar Pangeran Diponegoro tidak usah kembali ke Metesih.

Sang Pangeran merasa heran dan mempertanyakan kembali kepada De Kock kenapa tidak diizinkan kembali, padahal dia hanya bersilahturahmi menjelang akhir bulan puasa. De Kock langsung bicara akan menahan Diponegoro dan suasana pun langsung berubah tegang. Diponegoro langsung meresponsnya dengan menanyakan ada masalah apa sehingga dirinya harus ditahan.

Dia merasa tidak bersalah dan tidak menaruh benci kepada siapapun. Mertanegara menyela perbicaraan dan meminta agar masalah politik bisa diselesaikan lain waktu. De Kock langsung memotong perbicaraan dan menegaskan dengan nada tinggi, dengan mengatakan terserah Pangeran setuju atau tidak, dia akan menuntaskan masalah politik hari itu juga.

Diponegoro langsung berbicara dan menuding Jenderal De Kock sangat dan hatinya busuk karena keputusannya terburu-buru dan tidak pernah dibicarakan sebelumnya selama bulan puasa. Sang Pangeran langsung berbicara bahwa dia tidak memiliki keinginan lain, kecuali pemerintah Hindia Belanda mengakuinya sebagai kepada agama Islam di Jawa dan gelar sultan yang disandangnya.

Diponegoro kemudian berbicara dengan situasi seperti itu dan karena sifat jahatmu, dirinya tidak takut mati. Dia tidak takut dibunuh dan tidak bermaksud menghindarinya. De Kock terhenyak mendengar sikap keras Pangeran Diponegoro dan dengan suara lirih berbicara bahwa dirinya tidak akan membunuh sang Pangeran, tetapi juga tidak akan memenuhi keinginan sang Pangeran.

Sempat terbersit dalam benak Diponegoro untuk menghujam keris ke tubuh De Kock, namun niatannya diurungkan karena akan merendahkan martabatnya. Setelah meminum teh dan menghampiri pengikutnya, sang Pangeran beranjak keluar dan Pangeran Diponegoro pun berhasil ditangkap oleh pasukan Tulungan asal Minahasa Benyamin Sigar dibawah pimpinan Xaverius Dotulong [ 48 ] [ 2 ].

Sewaktu di Unggaran dalam perjalanannya ke Batavia menuju tempat pengasingan dengan dikawal oleh perwira Belanda, Pangeran Diponegoro berbicara cukup panjang dengan Kapten Roeps dalam bahasa Jawa tentang berbagai hal mengenai negosiasi yang baru terjadi dan mengatakan bahwa mendapat kesan kalau dalam negosiasi itu dia tidak dapat mencapai kesepakatan dengan Jenderal De Kock, mereka akan mengizinkan dia kembali ke pegunungan Banyumas tanpa dihalang-halangi.

Ini merujuk pada janji yang konon diberikan secara lisan kepada Pangeran Diponegoro dalam negosiasi damai awal di Remokamal Banyumas pada 16 Februari oleh Kolonel Jan-Baptist Cleerens, perwira Belanda yang bertangung jawab atas negosiasi tersebut. Cleerens seakan berjanji kepada Pangeran Diponegoro bahwa Sang Pangeran akan diizinkan untuk kembali ke Pegunungan Banyumas seandainya negosiasi dengan Jenderal De Kock di Magelang tidak membuahkan hasil yang memuaskan baginya.

Jaminan ini diabaikan oleh Jenderal De Kock ketika dia menahan Pangeran Diponegoro, tetapi Pangeran Diponegoro kemudian secara tidak langsung mengingatkan Cleerens melalui sepucuk surat yang dikirimkannya dari Makasar pada 14 Desember Sang Pangeran bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Selanjutnya pada 30 AprilPangeran Diponegoro diasingkan ke Manado bersama istri keenamnya bersama Tumenggung Dipasena dan istrinya serta biografi pahlawan nasional pangeran diponegoro biography pengikut lainnya seperti Mertaleksana, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruna.

TahunDiponegro dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari Pangeran Hendrik yang ayahnya kelak menjadi Raja Willem II menulis dalam buku hariannya saat bertemu dengan Pangeran Diponegoro saat dalam penggasingannya di Benteng Rotterdam, pada 7 Maret Didalamnya dia mengkritik cara pihak Belanda, khususnya Jenderal De Kock, memperlakukan Diponegoro karena memiliki dampak politik yang sangat buruk di daerah Hindia Belanda: [ 50 ].

Jika suatu hari kita menghadapi sebuah kondisi yang tidak diharapkan, yaitu terjadi sebuah perang lagi di Jawa, dimana salah satu diantara kita, entah pihak kita atau orang Jawa akan kalah, tentunya tidak akan ada lagi satu pun pemimpin mereka yang sudi bernegosiasi dengan kita. Saya yakin bahwa penyebab kampung Boonjol di Sumatra menolak untuk menyerah tidak lain disebabkan oleh apa yang diucapkan salah seorang pemimpin orang Bonjol Tuanku Imam Bonjol : "Jika saya bersedia datang untuk berunding dengan Belanda, saya yakin akan diperlakukan seperti Diponegoro.

Peristiwa pada tanggal 28 Maret ditafsirkan berbeda antara pelukis Indonesia yang tinggal di Eropa, Raden Saleh Syarif Bustamandengan pelukis Belanda, Nicolaas Pieneman Raden Saleh menggambarkan peristiwa tanggal 28 Maret sebagai "Penangkapan Diponegoro", sedangkan Pienaman melukisnya sebagai "Penyerahan Diponegoro". Lukisan "Penangkapan Diponegoro" dibuat oleh Raden Saleh ketika berada di Eropa pada tahundari sketsa terlebih dahulu dan lukisan cat minyaknya baru selesai setahun kemudian.

Raden Saleh melukis peristiwa tersebut dari sisi kiri gedung, sehingga Bendera Belanda yang dilukiskan oleh Pieneman tidak terlihat. Selain itu, Raden Saleh menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro ketika ditangkap menggunakan sorban hijau berdiri dengan kepala tegak mendongak, tegas, menahan amarah, [ 51 ] menunjukkan perlawanan, [ 52 ] dan tegar, meskipun para pengikutnya terlihat sedih dan dukacita yang mendalam.

Lukisan karya Nicolaas Pieneman menunjukkan ilustrasi gedung di sisi kanan dengan bendera Belanda terlihat jelas. Sosok Pangeran Diponegoro dalam lukisannya terlihat lesu dan pasrah, [ 51 ] meskipun tergambarkan tidak menunduk. Sementara itu, sosok Jenderal De Kock dilukiskan lebih tinggi, tegas, garang, dan berwibawa. Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putra Pangeran Diponegoro, yakni Ki Sodewa atau Bagus Singlon, Dipaningrat, Dipanegara Anom, dan Pangeran Joned yang terus-menerus melakukan perlawanan walaupun harus berakhir tragis.

Selama perang, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari Perang Jawa ini banyak memakan korban di pemerintah Hindia sebanyak 8. Dampaknya, setelah perang, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.